Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan kerabat kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam diatur dalam Al-Qur an, yaitu pada An Nisa yang menyebutkan bahwa pembagian harta waris dalam islam ada 6 jenis pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2), seperempat (1/4 ), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Selain itu, merujuk pada beberapa ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang lebih spesifik terkait dengan pembagian waris antara lain adalah:
- Asal Masalah
Asal Masalah adalah:
“Bilangan yang terkecil darinya dapat diperoleh bagian secara benar.” (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339). Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah:
“Bilangan yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara benar tanpa adanya keberadaan itu.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339)
Ketentuan Asal Masalah bisa disamakan dengan masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada.
- Adadur Ru’s
Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala.
Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.
- Siham
Siham adalah nilai yang dihasilkan dari sebuah hubungan antara Asal Masalah dan bagian pasti ahli waris dzawil furûdl.
- Majmu’ Siham
Majmu’ Siham adalah jumlah total siham dalam menghitung pembagian warisan:
- menentukan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan
- Menentukan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa (ashabah) dan seterusnya.
- Menentukan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalah 24
- Menentukan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam hukum kewarisan dijelaskan sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa jumlahnya masing-masing.
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan pengadilan agama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.Ahli waris adalah orang yang meninggal dunia memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, agama Islam dan tidak terhalang karena hukum tidak menjadi ahli waris.
Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewarisan sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
Namun demikian, selain memperoleh hak waris, ahli waris juga memiliki kewajiban sesuai ketentuan pasal 175 KHI yakni untuk mengurus dan menyelesaikan pemakaman selesai. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, termasuk kewajiban pewarisan maupun menagih piutang.Menyelesaiakan wasiat pewaris. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan (pasal 188 KHI) dengan ketentuan sebagaiman berikut ini :
- Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta atas putusan tersebut Pengadilan Agama menyerahkan kepemilikannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum (Pasal 191 KHI).
- Bagi pewaris yang beristeri dari, maka masing-masing berhak mendapat bagian dagi gono-gini dari rumah tangga dengan sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah hak milik para ahli warisnya (Pasal 190 KHI).
- Duda mendapat bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian (Pasal 179 KHI).
- Janda mendapat seperempat bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperempat bagian (Pasal 180 KHI).
Masalah waris mewaris dikalangan ummat Islam di Indonesia, secara jelas diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan Agama memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan.
Sedangkan menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada keluarga wanita (anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek pihak perempuan, saudara perempuan sebapak seibu, sebapak atau seibu saja). Para ahli perang mengumpulkan 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 dari pihak perempuan. Ahli waris dari pihak laki-laki yaitu:
- Anak laki-laki (al ibn).
- Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul ibn) .
- Bapak (al ab).
- Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad).
- Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
- Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
- Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
- Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
- Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
- Paman seibu sebapak.
- Paman sebapak (al ammu liab).
- Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
- Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab).
- Suami (az zauj).
- Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak memiliki ahli waris.
Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah:
- Anak perempuan (al bint).
- Cucu perempuan (bintul ibn).
- Ibu (alum).
- Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
- Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
- Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
- Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab).
- Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium).
- Isteri (az zaujah).
- Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).
Sedangkan bagian masing-masing ahli waris adalah isteri mendapat bagian apabila sipewaris mati tidak meninggalkan anak atau cucu, dan mendapat bagian 1/8 jika pewaris memiliki anak atau cucu, dan isteri berhak mendapatkan juga bagian warisnya.
Dengan demikian maka dalam Islam, pembagian waris bukan melalui pemerataan kepada ahli waris, tetapi dengan pembagian yang proporsional seperti penjelasan diatas.
Jika masih belum memahami mengenai prosedur pelayanan kami ingin didampingi oleh kuasa hukum/pengacara kerena dengan beberapa kesibukannya, bisa hubungi kami di Hp/Whatsapp 081225341799 / 081225342088